Mesuji (Humas) – Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Darul Alipi menghadiri Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Dampaknya, yang diselenggarakan oleh Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Mesuji melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Mesuji, bertempat di Aula Rapat Tabek Oy Lantay 3 Kantor Bupati Mesuji. (27/07/2023)
Turut hadir dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Dampaknya, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Indra Kusuma Wijaya, Dinas Kesehatan Mesuji, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mesuji, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Mesuji, PUSPAGA, PUSPA, SALIMAH, UPTD PPA Mesuji, Ketua PWI Mesuji, Camat Se-Kabupaten Mesuji, dan Tamu Undanganlainnya.
Tidak hanya menghadiri kegiatan tersebut, Kasi Bimas Islam Darul juga menjadi Narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Dampaknya, ia menjelaskan tentang pencegahan dan dampak perkawinan anak. Jelas Darul Bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini berdasarkan (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
“Adapun Perubahan usia minimum perkawinan dari 16 tahun bagi Perempuan menjadi 19 tahun serta hal lainnya adalah telah mengakomodasi prinsip kesetaraan dan juga bentuk afirmasi yang progresif, yaitu menjadi 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Batas usia perkawinan 19 tahun ini harus terus disosialisasikan secara intensif dan masif. Karena anak perempuan yang menikah di bawah 18 tahun lebih rentan menerima kekerasan (KDRT) dibandingkan mereka yang menikah setelah 18 tahun.
Darul menambahkan bahwa “Undang-Undang Perkawinan yang baru yaitu UU No. 16 Tahun 2019 (mulai berlaku mulai tanggal 15 Oktober 2019 ) menetapkan bahwa batas usia anak perempuan yang boleh menikah dari batas usia 16 tahun, naik menjadi batas usia 19 tahun. Sejak batas minimal usia nikah anak perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun, permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Lampung meningkat.” Jelasnya
“Hal tersebut bisa dikarenakan : usia 16 s.d. 18 tahun yang semula tidak tercatat dalam angka dispensasi kawin, sejak ada UU baru menjadi harus tercatat dalam pendataan dispensasi kawin, padahal perubahan mindset orang tua/wali untuk tetap bisa menikah/menikahkan di usia tersebut (karena faktor budaya lokal dan keyakinan) belum tergarap secara signifikan, termasuk juga pola pergaulan generasi rentang usia tersebut yang sangat rentan terinspirasi pergaulan bebas /pengaruh negatif globalisasi informasi yang belum tergarap juga secara komprehensif sejalan dengan urgensi realitas terwujudnya reproduksi sehat dan keluarga yang sejahtera.” Pungkasnya
Sementara itu Darul juga mengatakan bahwa “Dampak buruk pernikahan dini yaitu aspek pendidikan dan pengembangan diri menjadi terhambat, rentan memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Meningkatkan resiko terjadinya penelantaran, masalah kesehatan seksual da reproduksi, kesehatan psikologis yang bisa berujung ketidak harmonisan.”
Dampak kesehatan fisik karena pernikahan dini bagi wanita dianataranya kehamilan di usia remaja berpotensi meningkatkan risiko kesehatan pada wanita dan bayi, ini sebenarnya tubuh belum siap untuk hamil dan melahirkan, wanita yang masih muda masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya akan terganggu. Dan Dampak Pergaulan Bebas, serta Dampak Penyalahgunaan Narkoba. (ba/m)